Sumber foto: inilah.com
Hiruk pikuk pesta demokrasi di Jakarta semakin riuh rendah. Pasalnya, hari pencoblosan tinggal beberapa lagi. Namun, apakah kita sudah memiliki calon yang sesuai dengan hati nurani?
Untuk menentukan nasib Jakarta ke depan, bukan sekedar dibutuhkan hati nurani, tapi juga rasionalitas. Karena posisi sebagai pimpinan utama Jakarta ini bukan posisi untuk orang-orang yang masih akan menggunakan metode trial and error, melainkan membutuhkan seorang yang sudah punya solusi. Mungkin ia merasa mampu karena back ground pendidikan, atau bisa jadi karena ia pernah memimpin kota lain dan dikategorikan "sukses". Namun sukses di kampung halaman belum tentu sukses juga di Jakarta lho.
Nah, salah satu bentuk penggunaan rasionalitasnya adalah dengan mempelajari track record dari para calonnya. Penelusuran track record ini bisa membantu para calon pemilih untuk mengenal lebih jauh jagoannya, dan kontribusi apa yang sudah dibuatnya untuk wilayah yang pernah ditinggalinya ataupun yang pernah dipimpinnya sehingga memiliki perubahan berarti. Track record ini bukan sekedar prestasi berupa award yang diperoleh seseorang, tapi juga dengan melihat realitas kekinian wilayah yang pernah didiami atau dipimpinnya.
Seperti Jokowi misalnya. Cagub nomor urut 3 ini yang katanya mau mensejahterakan masyarakat Jakarta dalam janji-janjinya ternyata blunder ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa rakyat miskin di Solo pun bertambah jumlahnya selama dua periode yang dipimpinnya. Salah satu angka yang bisa menunjukkan kenaikan warga miskin di Solo ini adalah melalui jumlah penerima beras untuk warga miskin (raskin) yang semakin bertambah.
Per Juni 2012 saja, peningkatan terjadi dari 1.850 Rumah Tangga Sasaran (RTS) menjadi 3.750 RTS. Data tersebut berdasarkan hasil Pendataan Program Jaminan Sosial (PPJS) Badan Pusat Statistik (BPS) Solo 2011 untuk wilayah Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari, Solo. Sementara, peningkatan juga terjadi di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo. Data sebelum Juni, jumlah penerima Raskin mencapai 69.775 RTS, dan saat ini naik menjadi 88.410 RTS.
Peningkatan angka penerima raskin ini juga diiringi dengan kisruh warga yang merasa tercoret namanya dari daftar penerima. Kisruh ini mungkin terjadi akibat kesalahan sistem kesejahteraan yang diciptakan Jokowi di Solo sehingga menimbulkan banyak peningkatan warga miskin. Karena kalau sistem kesejahteraannya benar, maka fasilitas kesejahteraan seperti beras raskin, kartu sehat, kartu pintar dan lain sebagainya seharusnya menjadi alat penunjang kemajuan kota, bukan malah menjadi bumerang karena warganya menjadi malas dan mengandalkan fasilitas saja. Nah, bagaimana jika ia terpilih lantas salah terapkan sistem juga di Jakarta sehingga meningkatkan angka kemiskinan di kota kita tercinta ini? Jadi, jangan tertipu penghargaannya, tapi lihat kenyataannya!